Wednesday, August 16, 2006

untitled

Nobody Knows It But Me
by Tony Rich Project


(intro)
I wish I told her how I felt maybe she'd be here right now but, instead

I pretend that I'm glad you went away
These four walls are closin' more every day
and I'm dying inside
and nobody knows it but me
like a clown I put on a show
The pain is real even if nobody knows
and I'm cryin' inside
and nobody knows it but me

Why didn't I say
the things I needed to say
How could I let my angel get away
Now my world is just a tumblin' down
I can say it so clearly
but you're nowhere around

Chorus
The nights are lonely, the days are so sad
and I just keep thinkin' 'bout the love that we had
and I'm missin' you
and nobody knows it but me


I carry your smile when I'm broken in two
and I'm nobody without someone like you
I'm tremblin' inside and nobody knows it but me
I lie awake it's a quarter past three
I'm screamin' at night as if I thought
you'd hear me
Yeah my heart is callin' you
and nobody knows it but me

How blue can I get
You could ask my heart
but like a jigsaw puzzle it's been torn
all apart
A million words couldn't say just how
I feel
A million years from now ya know
I'll be lovin' you still

Chorus
The nights are lonely, the days are so sad
and I just keep thinkin' 'bout the love that we had
and I'm missin' you
and nobody knows it but me


Chorus
Tomorrow mornin' I'm hittin' the dusty road
gonna find you where ever, ever you might go
I'm gonna unload my heart and hope
you come back to me... yeahhh
said when the nights are lonely...

The nights are lonely, the days are so sad
and I just keep thinkin' 'bout the love that we had
and I'm missin' you (I'm missin' you)
and nobody knows it but me

naahhheeeee

The nights are lonely, the days are so sad
and I just keep thinkin' 'bout the love that we had (I always thought
that you'd be right by my side)
and I'm missin' you
and nobody knows it but me x's 2

Chorus Out

sms semalam

Knp?
Wrong Send?

Iya sorry.uda ngantuk sih...lg ngapain?
Mo tdr.Ko ga tdr?Sms buat sp tuh

Buat tmnku.dia ty aku tdr apa blm.km blm tdr?uda ke dr?
Tmn?Blm bs sdg ush tdr,td dr-nya tu2p.I've taken my pill.Why u can't sleep?

Iya dr tmn.ga knapa2 kok.kali byk pikiran.kok aneh dr nya tutup?emang ke dr mana?
Dr dkt kost.Ini smbl ngpain?Nntn?Y lain dah tdr?Mikirin apa?

Knp ga coba ke dr laen?kostmu drh mana ya?yg laen siapa?
Your luvly wife and children,hve they already slept?East of town, I've told u

Iya kan uda lupa.skalian alamat yg jelas,mo aku msk in di hp.uda pd tdr semua.lg baca ini ada kuis ttg type2 wanita.
Hmmm...show me 1st if u real mas farid.Just for security

How?
If u real mas farid,then you'll find out.If u can't,i think u better sleep,hug your spouse ok

You did a good job.just makes sure that my secret will be safe with u.good night.

She didn't reply that last sms. Then...another sms come again to her phone.

Mgg dpn aku ke jkt.
Wrong send again huh?

Iya tp ga jg.lg mikir2 mslh itu sih.blm tdr jg?
Nope.Do the same as u

Klo mgg dpn,kamu ada di jkt dik?
Hmm...sounds weird.Good night

I'm just asking u that's all
Is it really u?Is the qiestion really for me?If yes,then i'm sure u hve the answer ok

Kamu kok jd aneh yah?ini aku.dr td kok aneh.
Sorry,mkny buktikn dl klo ini mas.Prtnyaannya jg aneh,dah tau jwbnny knp mlh tny lg?Just don't wanna get u into trouble

Trouble apaan?gmn,uda enakan blm?
Hehe sewot...brusan isi perutnya dah dkluarin=(maf)muntah,jd agk enak.Tp msh blm bs tdr,mana ttgga sblh kmr rbt,br dtg

Apa dia ga tau kalo kamu lg sakit?apa ga mending ke rumah sakit?biasa ke rs mana?
Hmm...dia tau,ga prnh k rmh skt dsini.Udah ya,mkin ga ykn klo ini km,mdgn km tdr aja.Night!

That's it. She really felt tired...then in the morning, one call come from him. Suddenly he ask that question, "Last night you send sms to my number?"

"Yes...but i didn't say anything. Your number send me first", and she got a feeling that everything just turn bad...she knew may be this is the time to go and leave him. And one thing she had to make up her mine that love still not hers.

Tuesday, August 15, 2006

comic

luvly mommy

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, ibu tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh lebih besar, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhanku. Sepulang memancing, ibu akan memasak ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan ikan itu, ibu duduk disampingku
dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hatiku juga tersentuh, lalu aku memberikan ikanku kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya sambil berkata : "Makanlah nak, ibu tidak suka makan ikan" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Ketika aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah makanan untuk dititipkan, dan dari hasil titipan itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di tengah malam tiba, aku bangun dari tempat tidurku, dan melihat ibu masih memasak makanan yang akan dititipkan besok, dan dengan gigihnya
melanjutkan pekerjaannya. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja disawah." Ibu tersenyum dan berkata: "Cepatlah tidur nak, ibu tidak capek"---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu sementara berhenti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi,
menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata :"Minumlah nak, ibu
tidak haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kami pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa
penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kami yang sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan
nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Ibu berkata : "Ibu masih punya uang" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup yang lebhi dari biasa. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau
merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Ibu tidak terbiasa" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit komplikasi dan harus dirawat di rumah sakit. Aku yang berada jauh di seberang samudra langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, Ibu baik-baik saja" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

no offense guys!!

ini ada joke tentang lelaki, tidak bermaksud apa2 sih cuma yaa...mungkin ga semua cowo sih tapi tipikalnya kan gitu :p
--------

There was a man who had three girlfriends and didn't know which one to marry. So, as a test, he gave each girlfriend $5,000 to see how they would spend it.

The first girl had a head-to-toe makeover and bought a new wardrobe of clothes. "I spent the money making myself pretty, because I love you so much," she told her boyfriend.

The second one bought a new golf clubs, an iPod, a huge TV and a stereo to give to the man. "I bought all these things for you because I love you so much," she said.

The third one took the $5,000 and invested it in the stock market, doubling her money. She told the man: "I wanted to invest in our future because I love you so much."

The man thought long and hard about how each woman spent the cash and decided to marry the one with the biggest breasts.

Monday, August 14, 2006

ada cerpen bagus, touchy

ngga semua bisa dinilai dengan harta, kedudukan, ketampanan dan kecantikan fisik. selamat membaca, mudah-mudahan bisa diambil hikmahnya.
---
Cinta Laki-laki Biasa



Karya Asma Nadia dari kumpulan cerpen Cinta Laki-laki Biasa



MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya. "Kenapa?" tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.



Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan menyadari, dia tak punya kata-kata! Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.



"Kamu pasti bercanda!"



Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda. Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang

balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!



"Nania serius!" tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.



"Tidak ada yang lucu," suara Papa tegas, "Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!"



Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh seleidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.



"Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?" Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, "maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?"



Nania terkesima. "Kenapa?"



Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik. Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus! Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!



Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.



"Nania Cuma mau Rafli," sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. parah.



"Tapi kenapa? Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat

biasa." Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.



"Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!"



Cukup!



Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini? Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.Mereka akhirnya menikah.



***



Setahun pernikahan.



Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya,nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.



"Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania."



Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.



"Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!"



"Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!"



"Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!"



Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.



Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.



Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!



Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?



Rafli juga pintar!



Tidak sepintarmu, Nania.



Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.



Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.



Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.



"Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu."



Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.



Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang.



"Tak apa," kata lelaki itu! , ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri.



"Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang."



Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik.



"Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?"



Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.



Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia! Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania.



Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.



Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!



Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.



Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.



Cantik ya? dan kaya!



Tak imbang!



Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.



Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak.



Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.



***



Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.



"Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!"



Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.



Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.



Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.



"Baru pembukaan satu."



"Belum ada perubahan, Bu."



"Sudah bertambah sedikit,! " kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.



"Sekarang pembukaan satu lebih sedikit."



Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.



Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.



"Masih pembukaan dua, Pak!"



Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.



"Bang?"



Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.



"Dokter?"



"Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar."



Mungkin?



Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat?



Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.



Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.



Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.



Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.



"Pendarahan hebat."



Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah.



Ada varises di mul! ut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah!



Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.



Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.



Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.



Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.



***



Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.



Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.



Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.



Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra.



Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.



"Nania, bangun, Cinta?"



Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.



Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,



"Nania, bangun, Cinta?"



Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.



Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.



Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.



Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.



Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.



Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.



Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?



Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.



Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.



Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.



"Baik banget suaminya!"



"Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!"



"Nania beruntung!"



"Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya."



"Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!"



Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.



Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?



Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?



Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.



Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.



Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Wednesday, August 09, 2006

edisi mellow


sekarang ini di indonesia bagian barat tepatnya di jakarta udah jam 6 malam a.k.a 18.00 wib. jam kantor sudah bel dari tadi jam 5. tapi ga tau kenapa malas aja mo pulang.

sambil dengerin lagu mellow-nya sarah mclachlan [yang googling dari tadi dan akhirnya dapat juga Thanks God] yang judulnya Angel, soundtrack film dari judul yang sama kalo ga salah. filmnya dibintangi nicholas cage dan meg ryan. cerita pastinya film itu aku ga tau. tapi yang pasti cerita kisah cinta malaikat dengan manusia. apa iya bisa? masih adakah cinta sejati itu?

kalo cinta antara ibu dan anaknya sih ngga usah dibilangin. la wong anak dan ibu dari kingdom animal aja cintanya sampe mati apalagi yang manusia [harusnya...tapi ada beberapa kejadian anomali namanya juga manusia yang tak pernah luput dari salah...]. duh kok jadi ngelantur kemana-mana yah...

sekarang yang nemenin instrumennya Kitaro-Theme from Silk Road.........sama sekali bukan soundtrack film apa2, cuma tadi ada seseorang yang mengajak bicara tentang adegan di film Jerry mc Guire yang aku juga suka...jadi nyambung lagi ke cinta sejati nih. ada sedikit perasaan ngiri dengan adegan di film itu :p.

ada yang tau artinya cinta sejati? apa betul yang namanya cinta sejati itu tak selalu memiliki? apa cinta sejati datangnya bisa cepat dan kilat? sampai berapa lama orang bisa tahu bahwa dia punya perasaan cinta sejati ke orang lain? apa yang mendorong orang untuk punya cinta sejati?

hehehe sorry bukan bermaksud untuk membuat kebingungan. cuma ingin tahu dan mungkin ada yang tahu dan mau kasih informasi, monggo...silakan..... :)

oh iya tambahan lagi ada yang tahu kisah akhir film Angel tadi? apa malaikat itu akhirnya bisa bersatu dengan pacarnya yang manusia? atau pacarnya meninggal kemudian ketemu dan bersatu sama sang malaikat di akhirat? [yang ini kayanya ngarang yaa... :p]. kalo ini aku yakin pasti ada yang bisa jawab [kalo ada yang nonton :p].

ada yang nawarin nonton bareng film Jerry mc Guire lagi..............kayaknya susah deh...........banyak barier yang harus ditempuh terutama dari sisi-nya.

ps:bukan saatnya untuk bermimpi. cuma jalani saja atau berharap ada keajaiban ;)



abis tour nii......


























Gambar yang di sebelah atas foto mikroskop antik dan neraca "o Hauss" kuno yang aku foto di Mirota Batik. Ini adalah nama toko batik lumayan kesohor, adanya di area malioboro, seberang pasar Beringharjo. Tapi pas aku coba mikroskop-nya dah ga bisa dipake. Udah karatan :p namanya juga barang kuno. Kalo neraca-nya aku ga coba karena emang fokusku ke mikroskopnya.

Nah gambar yang di bawahnya pas mejeng di guci di hotel Trio Magelang. muat ya masuk ke gucinya hehehe :D